Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan realisasi penyaluran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah mencapai 58,7% dari total pagu sebesar Rp 695,2 triliun hingga 18 November 2020. Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ubaidi Socheh Hamidi menjelaskan, realisasi sektor kesehatan telah mencapai 38,4% atau sekitar Rp 37,31 triliun. Kemudian realisasi perlindungan sosial mencapai 82,4% atau sekitar Rp 193,07 triliun. Adapun realisasi Sektoral dan Pemda telah tersalurkan hingga 53,6% atau sekitar 35,33 triliun.
“Perlindungan sosial akan mampu menjaga konsumsi masyarakat miskin dan rentan miskin. Perhitungan kita diperkirakan 3,43 juta orang akan terselamatkan dari kemiskinan karena program perlindungan sosial PEN,” jelas Ubaidi dalam konferensi secara daring, Senin (23/11). Hal ini terlihat dari data Kemenkeu yang menunjukkan bahwa program PEN perlindungan sosial mampu menekan laju kemiskinan di tahun 2020 menjadi 9,69%. Sementara itu, realisasi penyaluran untuk sektor UMKM telah mencapai 84,1% atau sekitar Rp 96,61 triliun. BKF juga menyebutkan, penyaluran untuk pembiayaan korporasi sudah mulai berjalan dan baru tersalurkan sekitar 3,2% atau sekitar Rp 2 triliun.
Kemudian untuk insentif usaha sendiri, pemerintah telah menyalurkan hingga 36,7% atau sebesar Rp 44,29 triliun dari total pagu hingga 18 November 2020. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, program bantuan sosial dalam PEN merupakan salah satu sektor dalam program tersebut yang menyerap anggaran lebih optimal dibandingkan dengan sektor lainnya. “Tercatat bahwa stimulus bantuan sosial sudah terserap hingga 77,3% per awal November,” kata Josua.
Sehingga dengan bantuan sosial ini diharapkan daya beli dari dari masyarakat terbawah dapat terjaga, serta dapat membatasi laju kenaikan tingkat kemiskinan di Indonesia. Josua juga mengatakan sejauh ini, pemerintah sudah memberikan bantuan berupa peningkatan nilai PKH, kartu sembako, subsidi listrik, hingga berbagai bantuan untuk pengangguran, UMKM, dan bahkan pegawai dengan gaji rendah. Namun, karena luasnya cakupan dari bantuan ini, ia mengatakan bahwa nilainya memang tidak memungkinkan dalam jumlah yang besar, apalagi beberapa bantuan melekat kepada produk tertentu seperti makanan pokok ataupun listrik.
“Oleh karenanya, kenaikan dari masyarakat miskin di tengah pandemi tidak dapat terhindarkan, terutama bagi kalangan kalangan yang rentan miskin, dan karenanya, kebijakan bantuan sosial yang diberikan pemerintah cenderung ditujukan untuk membatasi kenaikan tingkat kemiskinan di Indonesia,” tandasnya. Ia juga memproyeksikan dalam jangka pendek sekitar satu sampai dua tahun mendatang tingkat kemiskinan belum akan berkurang secara signifikan. Apalagi ketika roda perekonomian belum pulih sepenuhnya. Sehingga pemerintah perlu menyiapkan anggaran dan sarana infrastruktur di jangka pendek untuk mengantisipasi kenaikan angka penduduk miskin dan rentan miskin.
Selain itu, Josua juga bilang, pemerintah perlu mempersiapkan anggaran untuk memperluas bantuan sosial guna mencegah kalangan menengah yang rentan miskin untuk jatuh miskin. “Apalagi pemerintah juga sudah menyatakan bahwa net pendapatan masyarakat sebagian besar masih negatif di tengah banyaknya bantuan pemerintah,” tutupnya. Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: