Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri Jepang (METI) memperketat peraturan menyusul semakin meningkatnya isu korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) terkait proyek di lembaga itu. Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang telah merevisi aturan terkait penawaran dan konsinyasi keikutsertaan proyek sebagai tanggapan atas fakta bahwa tidak jelas bagaimana kontraktor dipilih dalam proyek untuk mendapatkan manfaat berkelanjutan terhadap virus corona. Mengenai manfaat keberlanjutan, telah ditunjuk "Dewan Promosi Desain Layanan", sebuah asosiasi berbadan hukum umum, dialihdayakan dan banyak operasi disubkontrakkan ke "Dentsu," sebuah perusahaan periklanan besar di Jepang.
Dewan Promosi tersebut bagian dari amakudari, sebuah organisasi yang dibentuk oleh pemerintah khususnya METI sebagai tempat para pensiunan pejabat pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri telah merevisi aturan penawaran dan pengiriman proyek skala besar dan proyek mendesak. Aturan baru tidak akan memungkinkan subkontrak yang mudah hanya karena hubungan dekat seperti perusahaan grup, dan jika tingkat subkontrak melebihi 50 persen, maka diperlukan klarifikasi alasannya.
"Selain itu, untuk memastikan transparansi, kami akan mewajibkan pembuatan dan penyimpanan catatan saat menghubungi pelaku usaha sebelum pengumuman penawaran, dan akan mempublikasikan hasil penilaian dan komentar evaluasi dari semua penawar mengenai hasil pemeriksaan." Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri memiliki kebijakan untuk menerapkan aturan ini dari proyek penawaran dan konsinyasi yang akan diadakan di masa mendatang. "Kami ingin memastikan keadilan dan transparansi serta beroperasi tanpa keraguan nantinya," kata dia.