Sejumlah anggota kepolisian mendatangi markas besar Front Pembela Islam (FPI) di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Kedatangan mereka untuk menurunkan atribut FPI setelah diberhentikannya seluruh kegiatan organisasi ini oleh pemerintah. Dipantau dalam siaran langsung KompasTV, terlihat anggota polisi mencopot balio bergambarkan Imam Besar FPI, Muhammad Rizieq Shihab.
Terlihat juga sejumlah orang menurunkan plang bertuliskan Sekretariat Markaz Besar Islamic Defender Army (Laskar Pembela Islam) . Hingga berita ini terbitkan, penurunan atribut FPI masih dilakukan. Sebelumnya, pemerintah secara resmi memutuskan untuk menghentikan kegiatan FPI.
Penghentian kegiatan FPI karena pemerintah menganggap FPI sudah bubar secara hukum sejak 20 Juni 2019. Sebab, FPI tidak memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) nya sebagai organisasi masyarakat (ormas). Keputusan pelarangan kegiatan FPI itu dikeluarkan lewat surat keputusan bersama (SKB) yang diteken oleh 6 pejabat.
Enam pejabat yang menandatangani SKB tersebut antara lain Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tito Karnavian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Idham Azis, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Boy Rafli Amar. Setelah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memberikan gambaran secara umum terkait pelarangan terhadap FPI, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej membacakan tujuh poin SKB tersebut. Pertama, kata Edward Omar yang biasa disapa Eddy, pemerintah menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan sehingga secara de jure telah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan.
Kedua, meski FPI sebagai organisasi kemasyarakatan telah bubar, tapi pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum, dan bertentangan dengan hukum. "Melarang dilakukannya kegiatan penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum NKRI," kata Eddy saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Rabu (30/12/2020). Keempat, lanjut Eddy, apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diuraikan dalam diktum ketiga di atas, aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh FPI .
Kelima, kata dia, meminta kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI dan juga untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI. Keenam, lanjut dia, Kementerian dan Lembaga yang menandatangi Surat Keputusan Bersama ini agar melakukan koordinasi dan memgambil langkah langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang undangan. "Ketujuh, Keputusan bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020," kata Eddy.
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME NOMOR 220 4780 TAHUN 2020 NOMOR M.HH 14.HH.05.05 TAHUN 2020 NOMOR 690 TAHUN 2020 NOMOR 264 TAHUN 2020 NOMOR KB/3/XII/2020 NOMOR 320 TAHUN 2020 TENTANG LARANGAN KEGIATAN, PENGGUNAAN SIMBOL DAN ATRIBUT SERTA PENGHENTIAN KEGIATAN FRONT PEMBELA ISLAM
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME, Menimbang : A. bahwa untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, telah diterbitkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang Undang;
B. bahwa isi Anggaran Dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang Undang; C. bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 00 00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) sebagai Organisasi Kemasyarakatan berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019, dan sampai saat ini FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut, oleh sebab itu secara de jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar; D. bahwa kegiatan Organisasi Kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 ayat (3) huruf a, c, d, Pasal 59 ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A UndangUndang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang Undang;
E. bahwa pengurus dan/atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI berdasarkan data sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang terlibat tindak pidana terorisme dan 29 (dua puluh sembilan) orang diantaranya telah dijatuhi pidana, disamping itu sejumlah 206 (dua ratus enam) orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 (seratus) orang diantaranya telah dijatuhi pidana; F. bahwa jika menurut penilaian atau dugaannya sendiri terjadi pelanggaran ketentuan hukum maka pengurus dan/atau anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan razia (sweeping) di tengah tengah masyarakat, yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang Aparat Penegak Hukum; G. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.
Mengingat : 1. Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28J Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 4. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6084); 5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU XI/2013 tanggal 23 Desember 2014.
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME TENTANG LARANGAN KEGIATAN, PENGGUNAAN SIMBOL DAN ATRIBUT SERTA PENGHENTIAN KEGIATAN FRONT PEMBELA ISLAM. KESATU : Menyatakan Front Pembela Islam adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan, sehingga secara de jure telah bubar sebagai Organisasi Kemasyarakatan.
KEDUA : Front Pembela Islam sebagai Organisasi Kemasyarakatan yang secara de jure telah bubar, pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum. KETIGA : Melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. KEEMPAT : Apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diuraikan dalam diktum ketiga di atas, Aparat Penegak Hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh Front Pembela Islam.
KELIMA : Meminta kepada warga masyarakat: A. untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam; B. untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam.
KEENAM : Kementerian/Lembaga yang menandatangani Surat Keputusan Bersama ini, agar melakukan koordinasi dan mengambil langkah langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. KETUJUH : Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 30 Desember 2020
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, MUHAMMAD TITO KARNAVIAN MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, JOHNNY G. PLATE JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, BURHANUDDIN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, JENDERAL POL. IDHAM AZIS KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME, BOY RAFLI AMAR