Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini meminta pemerintah bekerja lebih keras dalam mengatasi pandemi Covid 19, agar seluruh indikator kesejahteraan rakyat membaik. Menurutnya, pemerintah harus mengambil opsi kebijakan yang lebih tegas, tidak ambigu dan abu abu antara kepentingan kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi seperti saat ini. "Akibat kebijakan yang ambigu ditangkap publik secara luas sebagai inkonsistensi. Dampaknya tidak jelas apa kebijakan yang berlaku antara yang dibolehkan dan dilarang sehingga sulit menerapkannya di lapangan, akibatnya banyak yang abai protokol kesehatan. Tingkat kematian (fatality rate) Indonesia tertinggi di Asia Tenggara," kata Jazuli, Jakarta, Jumat (1/1/2021).
Ia menilai, saat ini masyarakat tidak bisa mendapat gambaran yang jelas bagaimana peta jalan yang komperhensif, sistematis, dan terukur dari kebijakan pemerintah mengatasi pandemi. "Akibatnya pemerintah tidak bisa menjelaskan secara jelas dan optimis kapan pandemi ini akan selesai diatasi. Prediksi yang disampaikan pemerintah pun berulangkali meleset," ucapnya. Selain itu, dalam penilaian Fraksi PKS pemerintah tidak memiliki strategi yang komprehensif dalam penyediaan vaksin dan strategi vaksinasi.
Terbukti dengan pembelian sejumlah obat Covid 19 yang terburu buru di awal pendemi, kontroversi pembelian vaksin Sinovac yang belum lulus uji klinis, hingga kepercayaan rakyat yang rendah terhadap vaksin yang disediakan pemerintah. Anggota Komisi I DPR itu, memaparkan data data indikator kesejahteraan rakyat yang memburuk tajam selama 2020. Berdasarkan data BPS, pengangguran bertambah menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020, di mana 29,12 juta orang usia kerja terkena dampak pandemi.
Angka kemiskinan pada Maret 2020 melonjak 1,63 juta orang menjadi 26,42 juta orang menurut BPS, hingga diperediksi jumlah angka kemiskinan hingga akhir 2020 mencapai 28,7 juta orang. Di tengah kondisi rakyat yang sulit, pemerintah seperti kehilangan sensitivitas, karena pemerintah menaikkan iuran BPJS pada Mei 2020. "Kemudian, di bawah pemerintahan Jokowi Ma'ruf Amin Indonesia semakin tergantung dengan utang yang akan diwariskan kepada anak cucu kita," ucapnya.
Bahkan, berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke 6 dengan jumlah utang luar negeri terbesar di dunia. Posisi utang luar negeri Indonesia berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia (Juli 2020) sebesar 409,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.063 triliun (kurs Rp 14.800). Selain itu, Jazuli juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan pemerintah dalam mewujudkan harmoni sosial politik di masa pandemi.
Pemerintah seharusnya tampil seutuhnya sebagai solidarity maker, merangkul seluruh anak bangsa, menjadi unsur perekat bagi seluruh rakyat untuk mengatasi persoalan bangsa. "Kami melihat pemerintah belum nampak kuat memainkan peran itu. Pemerintah justru terkesan mendukung segregasi dan keterbelahan di masyarakat dengan kebijakan kebijakan yang dirasakan standar ganda, tidak adil, dan sarat kepentingan, terutama kepada kelompok kelompok kritis kepada pemerintah," papar Jazuli.